Advertisement
Penulis: Redaksi
THE NEWS.CO.ID
JAKARTA -Menanggapi hal tersebut di atas Toni mengatakan "Sangat lucu sekali, jika adanya wacana pemilu dengan menggunakan sistim proporsional tertutup jika di kabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, padahal dengan adanya putusan terdahulu MK No 22-24 PUU VI Tahun 2008 terkait pemilu proporsional tertutup menjadi pemilu proporsional terbuka maka MK/Mahkamah Konstitusi tidak lagi memiliki landasan hukum dan dapat di kategorikan melanggar konstitusi, itu sudah jelas dan tidak perlu lagi menjadi perdebatan, pasalnya jika Mahkamah Konstitusi memutuskan kembali terkait penggunaan sistem proporsional tertutup sama artinya menertawakan diri sendiri, lebih jelasnya akan ada dua keputusan Mahkamah Konstitusi yang satunya menyatakan proporsional pemilu terbuka dan yang satunya lagi menyatakan pemilu proporsional tertutup atau semi terbuka" kata Toni.
"Kalau saya cenderung lebih menyikapi kepada Hak dan Kedaulatan Rakyat, pasalnya jika menggunakan sistem pemilu proporsional tertutup atau coblos partai sama artinya dengan bentuk pengkebirian terhadap Kadaulatan Rakyat itu sendiri" tambahnya.
"Pesta demokrasi rakyat hanyalah menjadi selogan semata, arti kata pesta dan demokrasi itu sendiri jangan di salah artikan oleh para golongan petinggi parpol, yang seharusnya rakyat menikmati pesta demokrasi pemilu dengan adanya para bacalon/calon anggota legislator yang di harapkan dapat bertatap muka langsung saat melakukan sosialisasi dan konsolidasi yang memiliki tujuan utama agar rakyat dapat lebih mengenal calon yang akan mewakilinya nanti akan menjadi malas/enggan untuk turun kebawah mereka, dan dikhawatirkan partai tidak dapat mendengarkan secara langsung aspirasi pemilih/rakyat, dan hal tersebut sudah jelas akan terjadi, artinya partai selaku pemilik keputusan penuh untuk menentukan wakil partainya dan bujan lagi wakil rakyat di DPRD kabupaten/Provinsi dan DPR RI melalui sistem proporsional pemilu tertutup tersebut, menjadi lucu dan bentuk demokrasi yang mundur" tuturnya Toni.
"Alangkah baiknya para petinggi porpol itu cenderung lebih mengutamakan sistem kinerja para anggota legislatifnya di masing-masing parpol untuk tetap fokus kepada tiga fungsi yang di antaranya fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi anggaran, jangan hanya bisanya terfokus pada dua fungsinya saja anggaran dan pengawasan tolong di fungsikan juga fungsi legislasinya dong" tegasnya.
"Saya khawatir akan adanya kader karbitan yang memiliki kedekatan secara emosional dengan owner partai yang akan berlomba-lomba berusaha untuk dekat dengannya, karena kedekatan dengan owner partai akan dapat memuluskan dugaan transaksi jual beli kursi anggota legislator yang berasal dari kader karbitan tersebut untuk duduk di kursi legislator nanti, hanya yang memiliki uang besar saja yang dapat menduduki kursi legislator, dan akan berujung kepada pilkada daerah yang akan di pilih oleh anggota legislator yang terpilih nanti, bukan lagi dipilih oleh rakyat.
Soal alasan demi meminimalisir anggaran kampanye, itu sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, pasti jelaslah ada biaya politik untuk semacam contoh misalnya pembelian alat praga saja kan harus pakai uang, tidak cukup hanya dengan mendengarkan cerita dan janji-janji manisnya saja, itu semua di kembalikan lagi bagaimana tergantung kepada diri kita sendiri dalam memberikan edukasi/penjelasan dan pengarahan kepada calon pemilihnya saat konsolidasi dan sosialisasi.