Advertisement
Red
THE NEWS.CO.ID
JAKARTA -Dalam setiap kejadian dapat di pastikan ada sebab dan akibatnya, semisalnya sebelum pengambilan keputusuan MK terkait batas usia capres cawapres terjadi, artinya terlebih dahulu ada sebab dan akibat yaitu harus menempuh tahapan persidangan terlebih dahulu. yang saat ini timbul beberapa pertanyaan diantaranya:
a -Apakah saat menempuh proses persidangan sudah memenuhi peryaratan sidangnya???
b - Apakah di perbolehkan juga Ketua Hakim yang masih berkaitan keluarga memimpin sidang ???
c - Apakah sah putusan MK soal batas usia capres cawapres tersebut ???
Dari beberapa pertanyaan tersebut di atas akan di jawab oleh Peraturan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman Pasal 17 Ayat ke-7.
Dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun2009 tentang kekuasaan Kehakiman Pasal 17 Ayat (3) dan Ayat (4 ) dijelaskan Ketua Majelis dan Hakim anggota harus mengundurkan diri jika ada hubungan kekeluargaan dalam perkara yang di tangani.
Dalam Pasal 5 juga di jelaskan, ketentuan yang sama juga berlaku untuk hakim atau panitera yang memiliki kepentingan secara langsung dengan perkara yang di periksanya, baik atas kehendak sendiri atau atas permintaan pihak yang berperkara.
Untuk selanjutnya dalam Pasal 6 di jelaskan keputusan tidak sah jika melanggar ketentuan Ayat (5) putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim panitera menurutnya Toni selaku seorang Jurnalis di salah satu media, telah terjadi pelanggaran sebagaimana yang di maksud pada Ayat (5) dapat di kenakan sangsi adminstratif atau di pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, demikian bunyi Ayat (6).
Toni menilai putusan MK terkait batas usia capres cawapres telah terjadi pelanggaran, sehingga menjadikan Gibran Rakabuming Raka yang saat ini menjabat Walikota Solo, Putra sulung Presiden Joko Widodo serta merupakan keponakan Anwar Usman itu sendiri.
Jika megacu kepada kentuan yang di sebutkan di atas artinya apa yang sudah di putuskan oleh MK soal Batas usia capres cawapres sudah batal dengan sendirinya dan tidak usah lagi di perdebatkan. sehingga muncul opini baru yang sedang berkembang seakan Gibran Terganjal dan Terdzholimi.
Mengenai keputusan MK tidak bisa di batalkan Toni menilai dan memiliki argumentasi berbeda.
Bagaimana dulu mekanisme ,tahapan dan proses dalam persidangan tersebut, apakah sudah seseuai dengan ketentuan UU nomor 48 Tahun 2009 Pasal 17 hingga Ayat ke-7 atau belum. Fokus di UU ini saja, tidak usah melebar membuat opini-opini yang akan menghambat.
Apakah ada unsur menzdholimi dan mengganjal Gibran di isi Perundan-undangan di atas atau sebalik Siapa yang terdzholimi???