@dmin
Tuesday, 21 October 2025, October 21, 2025 WIB
Last Updated 2025-10-21T11:05:25Z
Hukrim Nasional.Internalsional

Dr. H. Ruslan Abdul Gani, S.H.M.H.CPM.CPA. Berikan Penjelasan Terkait Penyitaan Dalam Keadaan Tertangkap Tangan

Advertisement

 Legal  Opinion

Terkait

PENYITAAN   DALAM KEADAAN TERTANGKAP TANGAN

(Pasal 40  KUHAP)

Oleh:


Dr. H. Ruslan  Abdul Gani, S.H.M.H.CPM.CPA.

Dosen :

Dosen Pascasarjana  UIN STS Jambi

Pasca Sarjana  Unbari  Jambi

A.  Pengertian   Penyitaan


Sesuai  Ketentuan Pasal 1  Angka  16  KUHAP


Penyitaan adalah tindakan hukum yang diambil untuk mengambil alih dan/atau menyimpan benda (bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud) untuk kepentingan pembuktian dalam proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan. 

Atau serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan.

Dalam konteks hukum acara pidana, penyitaan termasuk dalam salah satu upaya paksa yang dapat melanggar Hak Asasi Manusia, sehingga hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, kecuali dalam keadaan mendesak.

    Benda-Benda yang Dapat Disita

Benda-benda yang dapat disita termasuk benda milik tersangka yang diduga diperoleh dari tindak pidana, benda yang digunakan untuk tindak pidana, benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan, benda yang khusus ditujukan untuk tindak pidana, dan benda lain yang memiliki hubungan langsung dengan tindakan pidana yang telah dilakukan.

    Penyitaan oleh Penyidik

Penyidik berhak menyita benda yang patut diduga memiliki peran dalam tindak pidana yang dilakukan.

B. Dasar Hukum Penyitaan

Dasar hukum penyitaan yang sah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang meliputi Pasal 1 angka 16 KUHAP, Pasal 38 s/d 46 KUHAP, Pasal 82 ayat (1) dan ayat (3) KUHAP dalam konteks Praperadilan, Pasal 128 s/d 130 KUHAP, Pasal 194 KUHAP, dan Pasal 215 KUHAP.

C. Tujuan  Penyitaan


Penyitaan dilakukan oleh penyidik dengan beberapa tujuan utama:

1. Mengamankan Barang Bukti

- Agar tidak hilang, rusak, dipindahkan, atau dimusnahkan.

- Penting untuk pembuktian di pengadilan.

2. Mencegah Penggunaan Barang Bukti untuk Tindak Pidana Lain

- Barang bukti bisa berupa senjata, narkotika, uang hasil kejahatan, dll.

3. Memenuhi Kebutuhan Proses Penyidikan

- Untuk memperkuat alat bukti atau menemukan pelaku lain.

4. Menunjang Keadilan Proses Hukum

- Penyitaan memastikan semua proses dilakukan sesuai hukum dan transparan.

C.  Prosedur   Penyitaan


     Sesuai   dengan Ketentuan Pasal  38   KUHAP   Ayat  (1)  dan (2)


     Ayat (1).


     Penyitaan  hanya  dapat   dilakukan  oleh  Penyidik  dengan   Surat  Izin  ketua    Pengadil  negeri  setempat.


     Ayat  (2)


     Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.


D.  Penyitaan  Dalam  Hal tertangkap Tangan


     Pasal  40  KUHAP  (Penyitaan  Dalam  Keadaan tertangkap Tangan)


     Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.


     Pasal   38  Ayat (2)  KUHAP  Prosedur  Penyitaan  dalam Keadaan Tentangkap tangan:


     Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.


     Makna   Pasal  38  Ayat  (2)  KUHAP:


Pasal ini memberikan pengecualian terbatas terhadap aturan umum dalam Pasal 38 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa penyitaan harus dilakukan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri.

    1. Keadaan yang Sangat Perlu dan Mendesak

- Ini merujuk pada situasi darurat di mana penyidik tidak memiliki cukup waktu untuk terlebih dahulu meminta izin dari Ketua Pengadilan Negeri.

- Misalnya: Jika barang bukti akan segera dipindahkan, dimusnahkan, atau disembunyikan.

    2. Penyitaan Dapat Dilakukan Tanpa Izin Terlebih Dahulu

- Dalam kondisi seperti ini, penyidik boleh langsung melakukan penyitaan, tetapi hanya terhadap benda bergerak.

- Benda bergerak adalah barang-barang yang dapat dipindahkan, seperti uang, senjata, dokumen, kendaraan, dsb.

- Benda tidak bergerak (seperti tanah atau bangunan) tidak boleh disita tanpa izin pengadilan, meskipun dalam keadaan mendesak.

    3. Wajib Segera Melapor ke Ketua Pengadilan Negeri 

- Setelah melakukan penyitaan darurat ini, penyidik harus segera (secepat mungkin) melaporkan tindakan tersebut ke Ketua Pengadilan Negeri setempat.

- Tujuannya adalah untuk memperoleh persetujuan atau legalisasi atas tindakan yang telah dilakukan.

- Jika tidak mendapat persetujuan, maka penyitaan tersebut dapat dianggap tidak sah.

Kalimat   “Wajib  Segera”

Undang-undang kadang memilih menggunakan kata “segera” daripada angka waktu seperti “dalam 3 hari” karena beberapa alasan strategis dan yuridis. Berikut penjelasannya:

      1. Fleksibilitas dalam Pelaksanaan

Kata "segera" memberikan ruang interpretasi sesuai dengan kondisi dan konteks pelaksanaannya. Misalnya:

- Dalam keadaan darurat, "segera" bisa berarti dalam hitungan jam.

- Dalam keadaan normal, bisa berarti 1–2 hari, tergantung kemampuan pelaksana.

Jika ditentukan angka pasti (misalnya “3 hari”), maka tidak peduli kondisinya, Tindakan tersebut tidak boleh ditunda-tunda tanpa alasan yang sah, walau tidak diberi batas waktu yang absolut.

Pelaksanaan harus sesuai waktu tersebut, yang bisa menjadi tidak realistis atau justru menyulitkan.

      2. Sifat Perintah atau Kewajiban yang Mendesak

Penggunaan kata “segera” menekankan urgensi atau pentingnya suatu tindakan dilakukan tanpa penundaan yang tidak perlu.

          Ini lebih menekankan niat hukum bahwa:

       3. Menghindari Celah Hukum

           Jika menggunakan angka (misalnya “3 hari”), maka ada risiko:

- Pihak pelaksana menunda hingga detik terakhir hari ke-3, walau sebenarnya bisa dilakukan hari itu juga.

 - ini justru tidak sejalan dengan semangat cepat atau tanggap yang diinginkan oleh peraturan.

       4. Memberi Ruang Penilaian bagi Penegak Hukum atau Hakim

           Jika suatu sengketa muncul, hakim bisa menilai:

- Apakah suatu tindakan benar-benar dilakukan “segera” sesuai keadaan saat itu?

- Apakah ada alasan wajar atas keterlambatan?

Hal ini memungkinkan penegakan hukum yang lebih adil karena mempertimbangkan konteks.

5. Kesesuaian dengan Kaidah Bahasa dan Norma Umum Peraturan Perundang-undangan

Dalam banyak sistem hukum, termasuk Indonesia, kata-kata seperti “segera”, “tanpa penundaan”, “sewajarnya”, “dengan layak” memang lazim digunakan sebagai bagian dari norma terbuka (open norm) yang memberi ruang interpretasi dalam pelaksanaannya.

         Kesimpulan:

- Penggunaan kata “segera” dalam undang-undang bertujuan memberikan fleksibilitas, menekankan urgensi, serta menghindari penyalahgunaan atau formalitas kosong yang bisa timbul jika waktu ditentukan secara kaku.

- Pasal 38 ayat (2) KUHAP mengatur bahwa dalam kondisi darurat dan mendesak, penyidik boleh langsung melakukan penyitaan tanpa izin pengadilan terlebih dahulu, tetapi hanya terhadap benda bergerak, dan harus segera melaporkannya ke Ketua Pengadilan Negeri untuk mendapatkan persetujuan.

 

 

E.  Penyitaan  Dalam Hal Tidak Tertangkap  Tangan


      1. Permintaan Izin ke Ketua Pengadilan Negeri

- Dasar hukum: Pasal 38 KUHAP

-Penyidik wajib meminta izin tertulis dari Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan penyitaan.

- Permohonan harus disertai alasan yang jelas dan daftar barang yang akan disita.

2. Surat Izin Diterbitkan

- Ketua PN dapat memberikan atau menolak izin.

- Jika diberikan, surat izin ini menjadi dasar hukum bagi penyidik untuk melakukan penyitaan.

3. Pelaksanaan Penyitaan

       Penyidik:

- Menunjukkan surat izin penyitaan kepada pemilik barang atau yang menguasai barang.

- Dihadiri  oleh  Saksi atau  aparat setempat.

- Menunjukkan surat tugas sebagai penyidik.

- Menyita barang yang disebutkan dalam surat izin.

- Membuat berita acara penyitaan, ditandatangani oleh penyidik, pemilik barang, dan dua orang saksi.

   4. Pemberitahuan kepada Tersangka/Pihak Terkait

Setelah penyitaan dilakukan, pihak yang barangnya disita akan diberi salinan berita acara penyitaan.

5. Penyimpanan Barang Sitaan

- Barang sitaan disimpan di tempat yang aman dan dijaga integritasnya.

- Terhadap Barang  yang  ditisa   seperti Mobil, Motor  dll, Tidak boleh digunakan untuk kepentingan selain proses hukum.