Advertisement
LAPORAN//ANDIKA KUSLIAWAN PRATAMA
THE NEWS.CO.ID
Oleh : zahra dwiva// Nayla Rizka Putri Wibowo.
NASIONAL-Fenomena sosial sekarang ini yang menjadi landasan keberhasilan seorang dalam kehidupan masyarakat adalah gaya hidup glamor serta hedon, sebagai suatu pandangan kehidupan yang lebih mengutamakan kesenangan dan kenikmatan duniawi.
Maraknya kehidupan tersebut ditandai dengan adanya pusat perbelanjaan mewah, restoran bintang lima, dan gaya hidup yang serba mewah nan mahal.
Apalagi dengan adanya media sosial seperti Instagram dan TikTok, seorang dapat mengupload dengan dalih flexing mengenai kehidupan mereka kedalam media sosial, baik dengan memperlihatkan kehidupan yang mewah atau dengan memperlihatkan kepemilikan barang-barang mewah, sehingga hal tersebut menjadi landasan bagi orang lain mengenai pandangan keberhasilan yang mengharuskan mereka untuk mempunyai kesamaan dalam hal tersebut, dan mengakibatkan adanya suatu tekanan sosial pada orang yang melihatnya untuk mendapatkan pencapaian yang sama tanpa melihat dan mempertimbangkan proses serta realita untuk menggapainya.
Padahal, seseorang yang mengupload kehidupan mewah dan barang-barang mewah juga mempunyai proses dalam menggapai pencapaiannya.
Tetapi, dengan adanya fenomena sosial tersebut justru kita harus merenungkan dan berpikir secara jelas, apakah fenomena kehidupan glamor dan hedon ini masih sesuai dengan nilai-nilai moral bangsa? Atau fenomena sosial tersebut justru membuat redup nilai moral bangsa?
Nilai moral bangsa yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengajarkan kita untuk saling menghargai, menghormati, memperlakukan harkat dan martabat manusia secara adil tanpa melihat status sosial antar manusia.
Sayangnya, kehidupan glamor sangat mengedepankan kepentingan-kepentingan individual, sehingga mengakibatkan adanya kesenjangan sosial antar manusia.
Kehidupan glamor dan hedon menimbulkan adanya rasa iri hati, rendah empati, dan bahkan melakukan tindakan tidak etis demi mendapatkan pengakuan atau status sosial.
Fenomena ini juga berdampak pada generasi muda. Dalam banyak kasus, anak-anak muda lebih mengenal selebritas dan influencer yang memamerkan kemewahan ketimbang pahlawan nasional atau tokoh inspiratif yang berjasa bagi negeri.
Mereka lebih termotivasi untuk menjadi viral daripada menjadi berguna.
Keteladanan pun menjadi barang langka di tengah gempuran konten-konten yang menormalisasi kehidupan mewah sebagai satu-satunya jalan untuk dihargai.
Lebih jauh lagi, gaya hidup konsumtif ini menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan kesederhanaan nilai luhur yang telah lama menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Bila tidak ada upaya kolektif untuk merevitalisasi nilai-nilai tersebut, bukan tidak mungkin bangsa ini akan menghadapi krisis identitas dan degradasi moral yang lebih dalam di masa depan.
Oleh karena itu, perlu ada langkah nyata dari berbagai pihak keluarga, lembaga pendidikan, pemerintah, dan tokoh masyarakat untuk menanamkan kembali nilai moral dan kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter harus ditekankan sejak dini. Media sosial seharusnya dapat digunakan untuk menyebarkan nilai-nilai positif dan keteladanan, bukan hanya kemewahan.
Sementara masyarakat luas perlu diajak untuk memahami bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu terletak pada materi, tetapi pada kebermanfaatan, integritas, dan kebersamaan.
Dengan begitu, kita tidak hanya akan memiliki masyarakat yang maju secara ekonomi, tetapi juga kuat secara moral dan kokoh dalam jati diri kebangsaan.
Lebih dari itu, urgensi untuk melibatkan sektor swasta dan media arus utama juga tidak bisa diabaikan.
Perusahaan-perusahaan besar dan para pelaku industri hiburan memiliki peran strategis dalam membentuk opini publik dan gaya hidup masyarakat.
Oleh karena itu, mereka pun harus didorong untuk mengusung kampanye sosial yang menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan menjunjung tinggi etika.
Misalnya, dengan memproduksi konten yang menggambarkan kisah inspiratif dari tokoh-tokoh lokal, mengangkat budaya dan tradisi bangsa, serta mendorong gaya hidup yang berkelanjutan dan tidak konsumtif.
Di sisi lain, perkembangan teknologi seharusnya tidak hanya menjadi alat pemuas kebutuhan material semata, melainkan juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk memperkuat jati diri bangsa.
Platform digital dan aplikasi edukatif dapat diarahkan untuk menyebarkan pengetahuan tentang sejarah, budaya, dan nilai-nilai moral bangsa dengan cara yang menarik dan relevan bagi generasi muda.
Ini merupakan langkah penting agar masyarakat tidak hanya menjadi pengguna pasif teknologi, tetapi juga sebagai agen perubahan yang sadar akan identitas nasionalnya.
Kita semua memiliki tanggung jawab bersama dalam menghadapi tantangan ini.
Perubahan tidak akan terjadi secara instan, namun dengan langkah-langkah kecil yang konsisten, disertai kesadaran bersama akan pentingnya menjaga moralitas dan nilai kebangsaan, maka harapan akan masa depan bangsa yang beradab, berintegritas, dan bermartabat dapat terwujud.
Hedonisme dan glamor bukanlah musuh utama, tetapi cara kita menyikapinya yang menentukan apakah kita akan tetap berdiri tegak sebagai bangsa yang bermoral, atau justru hanyut dalam arus globalisasi yang melunturkan akar budaya kita sendiri.