Advertisement
LAPORAN//TONI
THE NEWS. CO.ID
Oleh :
Dr. H.Ruslan Abdul Gani, S.H.M.H.CPM.CPA.
Dosen Pascasarjana UIN STS Jambi
A. Pengertian Pencemaran Nama Baik
Pencemaran nama baik adalah tindakan seseorang yang menyerang kehormatan atau reputasi orang lain, baik dengan lisan maupun tulisan, yang dapat merugikan nama baik orang tersebut di mata publik. Tindakan ini dapat dilakukan secara langsung (tatap muka) maupun melalui media seperti surat, media sosial, atau publikasi lainnya.
Dalam hukum pidana, pencemaran nama baik merupakan bagian dari delik penghinaan, yang diatur dalam KUHPidana (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
B. Ketentuan Pasal dalam KUHPidana
Terkait Pencemaran Nama Baik dalam KUHPidana pasal-pasal yang mengatur tentang pencemaran nama baik:
a. Pasal 310 KUHP – Penghinaan Biasa
Ayat (1): “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, dihukum karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Ayat (2): “Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di tempat umum, maka pelakunya diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Ayat (3): Tindakan ini tidak dianggap pencemaran jika dilakukan demi kepentingan umum atau untuk membela diri.
b. Pasal 311 KUHP – Fitnah
Jika pencemaran nama baik dilakukan dengan tuduhan palsu dan pelaku tidak dapat membuktikan bahwa tuduhannya benar, maka berlaku:
Pasal 311 ayat (1):“Barang siapa melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran dengan surat, sedangkan ia dapat membuktikan bahwa yang dituduhkan itu benar, dan ia tidak dapat membuktikan kebenarannya, maka ia diancam karena melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
c. Pasal 315 KUHP – Penghinaan Ringan “Tiap-tiap penghinaan ringan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran dengan surat, dilakukan di muka umum, baik dengan lisan atau tulisan, maupun dengan perbuatan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
C. Termasuk Delik Apakah Terkait Pencemaran Nama Baik ?
Pencemaran nama baik termasuk delik aduan, artinya penuntutan hanya dapat dilakukan jika ada pengaduan dari korban.
Dengan Kata Lain Delik aduan adalah jenis tindak pidana yang hanya dapat diproses oleh aparat penegak hukum jika ada pengaduan (laporan) dari pihak tertentu yang merasa dirugikan atau menjadi korban. Tanpa adanya aduan dari pihak tersebut, proses hukum tidak dapat dilanjutkan.
Dasar Hukum
Terkait Delik aduan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), terutama:
- Pasal 72 KUHP: Mengatur siapa yang berhak mengajukan pengaduan.
- Pasal 73 KUHP: Menjelaskan batas waktu pengaduan (harus dilakukan dalam waktu 6 bulan sejak mengetahui peristiwa dan pelakunya).
Jenis Delik Aduan
1. Delik Aduan Absolut
- Proses hukum hanya dapat dilakukan jika ada aduan dari korban atau pihak tertentu.
- Tanpa pengaduan, proses hukum tidak sah.
- Contoh: Pasal 284 KUHP (perzinaan), Pasal 310 ayat (1) KUHP (penghinaan ringan).
2. Delik Aduan Relatif
- Pengaduan diperlukan hanya dalam kondisi tertentu, misalnya karena hubungan keluarga antara pelaku dan korban.
- Jika hubungan tertentu tidak ada, bisa diproses tanpa aduan.
Contoh Kasus Delik Aduan
- Perzinaan (Pasal 284 KUHP):
Seorang suami mengetahui istrinya berselingkuh. Jika suami tidak melaporkan, aparat tidak bisa memproses kasus tersebut meskipun ada bukti.
- Pencemaran nama baik (Pasal 310 KUHP):
Jika seseorang merasa nama baiknya dicemarkan oleh orang lain, ia harus melapor sendiri agar pelaku bisa diproses.
Tujuan Delik Aduan
- Melindungi kehormatan pribadi dan keluarga.
- Mencegah penyalahgunaan hukum untuk kasus yang seharusnya diselesaikan secara kekeluargaan.
- Menghormati hak korban untuk memutuskan apakah akan membawa perkara ke ranah hukum.
D. Terkait Perkembangan Perkembangan Digital ITE
Dalam konteks modern, pencemaran nama baik melalui media sosial dapat juga dijerat dengan UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik), terutama Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 yang telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016.
E. Dapatkah dipidana Menuduh tanpa dibukti yang kuat bila dimuat melalui sosial media seperti WA, Surat Kabar dan media Elektronik lainnya ?
Bila dilihat UU No. 19 Tahun 2016 merupakan perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Salah satu isu sentral dalam UU ini menurut penulis adalah pengaturan mengenai pencemaran nama baik di ruang digital.
Pasal yang mengatur mengenai pencemaran nama baik dalam UU ITE adalah: Pasal 27 ayat (3) “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki mBiuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Sanksi pidana (Pasal 45 ayat 3): “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”
Unsur-Unsur Delik Pidana Pencemaran nama baik Melalui Sosial Media.
Agar seseorang dapat dijerat dengan pasal ini, harus memenuhi unsur berikut:
1. Dengan sengaja dan tanpa hak
Makna dari frasa "dengan sengaja dan tanpa hak", yang sering digunakan dalam konteks hukum, terutama dalam undang-undang pidana atau undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE):
Makna "Dengan Sengaja dan Tanpa Hak"
1. Dengan Sengaja
Artinya:
Pelaku melakukan suatu perbuatan dengan niat dan kesadaran penuh. Tindakan itu bukan karena kelalaian atau ketidaksengajaan. Pelaku tahu bahwa tindakannya bisa menimbulkan akibat tertentu, tetapi tetap melakukannya.
Contoh:
Seseorang dengan sengaja meretas akun orang lain untuk mengambil data pribadi. Ia tahu itu salah, tetapi tetap melakukannya.
2. Tanpa Hak
Artinya:
Pelaku tidak memiliki izin atau wewenang yang sah untuk melakukan perbuatan tersebut. Tidak ada persetujuan dari pemilik hak, atau pelaku tidak diberi kewenangan oleh hukum.
Contoh:
Seseorang mengakses data pribadi orang lain tanpa izin atau tanpa menjadi pihak yang berwenang menurut hukum.
Kesimpulan
Frasa "dengan sengaja dan tanpa hak" berarti:
Seseorang melakukan suatu perbuatan dengan niat dan kesadaran, serta tidak memiliki izin atau kewenangan yang sah menurut hukum.
Biasanya, frasa ini menjadi bagian penting dalam merumuskan unsur-unsur tindak pidana dalam undang-undang, agar dapat dibedakan antara perbuatan yang sengaja dan melanggar hukum, dengan yang tidak disengaja atau dibenarkan oleh hukum.
2. Mendistribusikan / mentransmisikan / membuat dapat diaksesnya
Kalimat "mendistribusikan / mentransmisikan / membuat dapat diaksesnya" biasanya digunakan dalam konteks informasi, data, atau karya intelektual (seperti dalam hukum hak cipta atau kebijakan data). Berikut penjelasan makna dari masing-masing istilah:
Lebih jelasnya mengenai makna dari "mendistribusikan / mentransmisikan / membuat dapat diaksesnya, dapat penulis jelaskan berikut di bawah ini:
1. Mendistribusikan
Artinya: Menyebarkan atau menyalurkan sesuatu kepada pihak lain.
Contoh: Mengirimkan salinan file ke banyak orang, atau membagikan buku ke berbagai toko.
2. Mentansmisikan
Artinya: Mengirimkan sesuatu dari satu tempat ke tempat lain, biasanya melalui media elektronik atau teknologi.
Contoh: Mengirim siaran TV atau file melalui internet.
3. Membuat dapat diaksesnya
Artinya: Menyediakan atau membuka akses terhadap sesuatu sehingga orang lain dapat melihat, mendengar, atau mengunduhnya.
Contoh: Mengunggah dokumen ke situs web agar bisa dibaca publik. Informasi yang memuat penghinaan atau pencemaran nama baik
3. Dilakukan melalui media elektronik (termasuk media sosial)
Adalah bahwa suatu aktivitas atau perbuatan dilakukan dengan menggunakan perangkat atau saluran komunikasi elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1. Media Elektronik
Ini mencakup berbagai teknologi yang menggunakan sinyal elektronik atau digital untuk mengirimkan informasi, seperti:
1. Email
2. SMS
3. Telepon (termasuk VoIP)
4. Aplikasi chatting (seperti WhatsApp, Telegram, Line)
5. Platform video conference (Zoom, Google Meet)
6. Situs web dan forum online
2. Media Sosial
Merupakan bagian dari media elektronik, namun lebih spesifik pada platform yang digunakan untuk berinteraksi, berbagi, dan membangun jejaring sosial, seperti:
1 Facebook
2 Instagram
3 Twitter (X)
4 TikTok
5 YouTube
6 LinkedIn
7 Snapchat, dan lainnya
Tujuan Frasa Ini
Biasanya frasa ini muncul dalam konteks:
1. Peraturan hukum (misalnya UU ITE)
2. Etika komunikasi
3. Dokumentasi formal
Tujuannya adalah untuk menegaskan bahwa suatu tindakan atau komunikasi tetap dianggap sah atau berdampak, meskipun tidak dilakukan secara fisik atau tatap muka, tetapi lewat perangkat digital.
E. Penafsiran dalam Praktik terhadap Delik Pencemaran Nama Baik lewat ITE
1. Delik ini bersifat delik aduan, artinya hanya dapat diproses jika ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan.
2. Mahkamah Konstitusi melalui putusan MK No. 50/PUU-VI/2008 menegaskan bahwa ketentuan ini hanya dapat berlaku jika pelapor adalah korban langsung.
F. Kesimpulan
Pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE tetap berlaku, namun hanya bisa digunakan jika ada laporan dari korban langsung, dan harus dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak melalui media elektronik. Sanksinya cukup berat dalam hal ini diancaman dengan hukum 4 tahun penjadara dengan dengan 750.000.000, namun penerapannya harus sangat hati-hati agar tidak melanggar prinsip kebebasan berekspresi.